Laman

Minggu, 27 Maret 2011

Zakat Profesi


A. PENDAHULUAN
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan. Kejatuhan para khalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak dapat diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
B. RUMUSAN MASALAH
  1. Apakah zakat profesi?
  2. Apa sajakah profesi yang di zakati?
  3. Apa sajakah ketentuan mengeluarkan zakat profesi?
C. PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu.
Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Setiap penghasilan, apapun jenis pekerjaan yang menyebabkan timbulnya penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT (QS Al-Baqoroh : 267)
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنوا أَنفِقوا مِن طَيِّباتِ ما كَسَبتُم وَمِمّا أَخرَجنا لَكُم مِنَ الأَرضِ ۖ وَلا تَيَمَّمُوا الخَبيثَ مِنهُ تُنفِقونَ وَلَستُم بِآخِذيهِ إِلّا أَن تُغمِضوا فيهِ ۚ وَاعلَموا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَميدٌ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Disamping itu berdasarkan tujuan disyari’atkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serat menolong para mustahik, zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan cirri utama ajaran islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Di dalam Islam, pada harta yang dimiliki seseorang terdapat hak Allah di sana. Hak ini dikenal dengan istilah zakat yang diperuntukkan bagi delapan golongan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60.
إِنَّمَا الصَّدَقاتُ لِلفُقَراءِ وَالمَساكينِ وَالعامِلينَ عَلَيها وَالمُؤَلَّفَةِ قُلوبُهُم وَفِي الرِّقابِ وَالغارِمينَ وَفي سَبيلِ اللَّهِ وَابنِ السَّبيلِ ۖ فَريضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَليمٌ حَكيمٌ
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Zakat sejatinya bukan merupakan hak mustahik tetapi merupakan hak Allah sehingga menjadi kewajiban mutlak bagi manusia yang telah melampaui batas minimal kekayaan wajib zakat (nisab) untuk menunaikannya. Seseorang yang tidak menunaikan kewajiban zakat berarti tidak menunaikan hak Allah sehingga Allah SWT berhak memberi mereka balasan.[1]
Di lihat dari dimensinya, ibadah zakat merupakan ibadah yang sangat unik. Selain berdimensi vertical, yakni bentuk pengabdian kepada Allah (hablun minalLah), zakat juga memiliki dimensi horizontal (hablun minannas) untuk meringankan beban kaum dhuafa. Zakat pernah mengangkat kemuliaan kaum muslimin dengan mengentaskan kemiskinan seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz di mana tidak ditemukan seorang pun yang mau menerima zakat.
Wacana yang tengah hangat dalam dunia zakat selama beberapa dekade terakhir ini adalah diperkenalkannya instrument zakat profesi di samping zakat fitrah dan zakat maal (zakat harta). Sebagian kecil masyarakat masih mempertanyakan legalitas zakat profesi tersebut. Mereka yang menentang penerapan syariat zakat profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam syariat Islam dan merupakan hal baru yang diada-adakan. Sedangkan mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat profesi tersebut. Bahkan, zakat profesi telah ditetapkan berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia dengan Keputusan Nomor 3 tahun 2003.
Disamping itu, zakat profesi sangat sesuai dengan prinsip keadilan Islam. Jika seorang petani yang bekerja sangat keras untuk mewujudkan hasil pertaniannya, setiap panen tiba harus mengeluarkan zakat pertanian sebesar 5 hingga 10 % sementara kaum professional yang memiliki penghasilan lebih besar dari petani tersebut tidak dikenai zakat.
Dari aspek social, zakat profesi sejatinya sangat berperan bagi perwujudan keadilan sosial. Menurut Ahmad Gozali, Perencana Keuangan Safir Senduk dan Rekan, di dalam majalah Sharing zakat adalah investasi social. Selain pahalanya disebutkan secara tegas di dalam Al Qur'an bahwa setiap harta yang kita keluarkan akan mendapat balasan sebesar 700 kali lipat, entah dengan harta yang sama maupun dalam bentuk yang berbeda yang tidak kita sadari, dengan berzakat kita telah berperan secara aktif dalam memerangi kemiskinan. Keuntungan lain bagi orang yang berzakat, sejalan dengan menurunnya tingkat kemiskinan tingkat kriminalitas juga semakin menurun sehingga lingkungan kerja dan usaha semakin kondusif.
B. Profesi Yang Dizakati
Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya.[2]
Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasar hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.
Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi seseorang – untuk bisa dianggap kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama maka ukuran itu harus terpenuhi pula buat seseorang untuk terkena kewajiban zakat, sehingga jelas perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang miskin penerima zakat.
Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah senisab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat di pertengahan tahun. Ketentuan itu harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin, seorang pekerja profesi jarang tidak memenuhi ketentuan tersebut.[3]
Mengenai besar zakat, Penghasilan dan profesi dalam fikih masalah khusus mengenai penyewaan. Seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata penghasilan, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab.
Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah berumur setahun.
Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, adalah bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan dari dua belas bulan. Karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.
Pendapat guru-guru besar tentang hasil penghasilan dan profesi dan pendapatan dari gaji atau lain-lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi pandangan fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan." Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun.
Diantara guru-guru besar itu adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkanjuga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza'i. Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-pendapat itu telah pernah ditulis dalam buku-buku yang sudah berada di kalangan para peneliti, misalnya al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, jilid 4: 83 dan seterusnya al-Mughni oleh Ibnu Qudamah jilid 2: 6 Nail-Authar jilid 4: 148 Rudz an-Nadzir jilid 2; 41 dan Subul as-Salam jilid 2: 129.[4]
Yang diperlukan zaman sekarang ini adalah menemukan hukum pasti "harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil penghasilan, profesi, dan kekayaan non-dagang dapat digolongkan kepada "harta penghasilan" tersebut. Bila kekayaan dari satu kekayaan, yang sudah dikeluarkan zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu, mengalami perkembangan, misalnya laba perdagangan dan produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan dengan perhitungan tahun induknya. Hal itu karena hubungan keuntungan dengan induknya itu sangat erat.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu nisab binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan labanya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun. Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan" dalam bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang belum cukup masanya setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20, begitu juga seseorang menjual produksi ternak yang sudah dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari harga barang tersebut tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga. Hal itu untuk menghindari adanya zakat ganda, yang dalam perpajakan dinamakan "Tumpang Tindih Pajak."
Yang jelas pendapat tersebut diatas adalah pendapat ulama- ulama fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan para ulama fikih itu adalah bahwa masa setahun merupakan syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, harta benda perolehan maupun bukan. Hal itu berdasarkan hadis-hadis mengenai ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa hadis-hadis tersebut berlaku bagi semua kekayaan termasuk harta hasil usaha.
C.Ketentuan Mengeluarkan Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak pernah ada seorang 'ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat ini, kecuali Syaikh Yusuf Qaradhowy menuliskan masalah ini dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash yang syar'i) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.
Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum yang dikenakan zakat).
Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Simulasi cara perhitungan menurut kaidah Zakat profesi seperti dibawah ini :
Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000
1 gram emas = Rp 100.000
Nishab = Rp 85 gram
Harga nishab = Rp 8.500.000
Zakat Anda = 2,5% x Rp 24.000.000 = Rp 600.000
Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000
Pengeluaran bulanan = Rp 1.000.000
Pengeluaran setahun = Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran setahun = Rp 24.000.000 - 12.000.000 = Rp 12.000.000
1 gram emas = Rp 100.000
Nishab = Rp 85 gram
Harga nishab = Rp 8.500.000
Zakat Anda = 2,5% x Rp 12.000.000 = Rp 300.000[5]
Zakat Maal (Harta) yang Syar'i
Sedangkan kaidah umum syar'i sejak dahulu menurut para 'ulama berdasarkan hadits Rasululloh sholallohu 'alaihi wassallam adalah wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria, yaitu :
1. Batas minimal nishab dan
2. Harus menjalani haul (putaran satu tahun).
Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat 20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung degan nilai nishab emas.
Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.
Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
Singkatnya simulasi cara perhitungan menurut kaidah yang syar'i adalah penghasilan kita digunakan untuk kebutuhan kita, kemudian sisa penghasilan itu kita simpan / miliki yang jumlahnya telah mencapai nishab emas yakni 85 gram emas dan telah berlalu selama satu tahun (haul), berarti harta tersebut terkena zakat dan wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari harta tersebut. Sedangkan jika penghasilan kita kadang tersisa atau kadang pula tidak, maka untuk membersihkan harta Anda adalah dengan berinfaq, yang mana infaq ini tidak mempunyai batasan atau ketentuannya.
Contoh perhitungan yang benar :
Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000
Sisa pengeluaran setahun setelah dikurangi pengeluaran = Rp 5.000.000
Nishab 85 gram emas = Rp 8.500.000
Maka Anda tidak terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir tahun belum mencapai nishab emas 85 gram tersebut. Atau
Gaji sebulan = Rp 5.000.000
Gaji setahun = Rp 60.000.000
Sisa pengeluaran setahun = Rp 10.000.000
Nishab 85 gram emas = Rp 8.500.000
Maka Anda terkena kewajiban zakat, karena harta diakhir tahun telah mencapai nishab emas 85 gram tersebut. Kemudian tunggu harta kita yang tersisa sebesar Rp. 10.000.000,- tersebut hingga berlalu 1 tahun. Kemudian baru dikeluarkan zakat tersebut sebesar 2.5 % x Rp. 10.000.000,- = Rp 250.000,- pada tahun berikutnya.
D. KESIMPULAN
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Setiap penghasilan, apapun jenis pekerjaan yang menyebabkan timbulnya penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab.
Hasil penghasilan, profesi dan pendapatan dari gaji atau lain-lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi pandangan fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan." Zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan dari dua belas bulan. Karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.
Menurut kaidah Syaikh Yusuf Qaradhowy bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum yang dikenakan zakat).
E. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaiakan kurang lebihnya mohon di maafkan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, jika ada kesalahan mohon di ingatkan dan dibenarkan, sebagai perbaikan kami ke depan. Semoga apa yang tertera disini bisa membawa manfaat untuk kita semua dan bisa menambah wawasan kita semua dalam kompetensi terkait.
F. REFERENSI
ª Drs. K.H Didin Hafiuddin MSc, Zakat Infaq, Sedekah, Gema Insani Press Jakarta, , 1999.
ª Dr. Wahab Al Juhairi, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Pt. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995.
ª Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, Cv. Puhama, Jakarta, 1996



[1] Drs. K.H Didin Hafiuddin MSc, Zakat Infaq, Sedekah, Gema Insani Press Jakarta, , 1999., hal. 23
[2] Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, Cv. Puhama, Jakarta, 1996, hal. 56
[3] Dr. Wahab Al Juhairi, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Pt. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hal. 45
[4] Ibid.
[5] Drs. K.H Didin Hafiuddin MSc, Zakat Infaq, Sedekah, Gema Insani Press Jakarta, , 1999., hal 67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar