Laman

Minggu, 27 Maret 2011

Prilaku Beragama Dalam Psikologi Islam


A. PENDAHULUAN
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi. Pendidikan adalah proses ‘memanusiakan’ manusia, dalam arti pendidikan adalah proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia, sehingga seluruh potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualkan potensi manusia diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi dan situasi serta lingkungan yang tepat untuk mengaktualkannya. Pengetahuan tentang diri manusia dengan segala permasalahannya dibicarakan dalam psikologi. Demikianlah eratnya hubungan antara psikologi dengan pendidikan.[1]
Dalam dunia pendidikan Islam, telah terjadi kondisi yang aneh tapi nyata. Dikatakan aneh, karena dunia pendidikan Islam telah demikian berkembang pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Bahkan dapat dikatakan dunia pendidikan Islam telah mengalami perkembangan dan kemajuan demikian pesat.
Perkembangan yang demikian pesat itu, tidak dilandasi dengan psikologi Islam. Padahal, landasan pengembangan pendidikan adalah psikologi. Permasalahannya, apa landasan pengembangan pendidikan Islam selama ini, yang pasti bukan psikologi Islam. Mungkin selama ini, pendidikan Islam “berinduk semang” dengan psikologi Barat (sekuler), meskipun kita tidak menyadarinya. Mengapa tidak dibangun saja “induk” pendidikan Islam yang memang benar-benar “kandung”. Sehingga dapat dilahirkan generasi Islam yang memang betul-betul memiliki “bapak dan ibu kandung”.[2]
Pendidikan Islam selama ini banyak mendasarkan teori dan konsepnya pada psikologi Barat, meskipun mereka tidak mengetahuinya. Sebut saja, sebagai contoh, Psikoanalisa dan Behaviorisme. Kedua aliran psikologi ini memandang diri manusia berbeda dengan pandangan Islam. Psikoanalisa memandang manusia sebagai generasi langsung dari binatang, sehingga manusia mewarisi sifat khas binatang, yaitu nafsu yang mereka sebut dengan libido. Seluruh tingkah laku manusia adalah proses dinimika hubungan libido dengan lingkungan.
B. RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimanakah Menerapkan Prilaku Beragama Dalam Psikologi Islam?
  2. Apa Sajakah Yang Mempengaruhi Dalam Prilaku Beragama?
C. PEMBAHASAN
Perilaku Beragama Dalam Psikologi Islam
Gagasan integrasi antara ilmu pengetahuan dan agama pada perkembanganya (yang terjadi) saat ini hanya melahirkan justifikasi-justifikasi terhadap hasil-hasil ilmu pengetahuan yang sudah ada. Misalnya dalam psikologi, konsepsi motifasi yang dimunculkan dengan bersuber pada al-Qur’an, walaupun tidak persis sama dengan yang ada dalam konsepsi motivasi dalam psikologi modern. Tapi gagasan tentang teori motivasi yang dimunculkan tidak bisa dilepaskan dari alur pemikiran psikologi barat. Teori motivasi yang ditampilkan tidak lebih justifikasi parsial, karena dalam gagasan tersebut tidak mampu menciptakan gagasan yang benar-benara baru.[3]
Aktivitas adalah kelangsungan, kelanjutan, kesinambungan dalam menjalankan suatu aktivitas (kegiatan) selalu terus menerus tidak pernah di lupakan atau di tinggalkan. Sedang yang dimaksud disini adalah melakukan kegiatan membaca buku pelajaran agama islam baik ketika di sekolah maupun diluar sekolah.
Membaca berasal dari kata “ baca “ yang mempunyai arti melihat dan melafalkan apa yang tertulis yang membutuhkan kecermatan dan pemahaman. Salah dalam memahami suatu kalimat maka akan mengalami kekeliruan dalam memaknai sebuah kalimat. Jadi membaca adalah proses pembentukan makna dari teks-teks tertulis, kemampuan untuk menguraikan huruf dan memahami maksud kata perkata dalam kalimat.
Untuk menguatkan pengertian di atas, perlu penulis paparkan beberapa pendapat dari berbagai tokoh pendidikan mengenai pengertian mambaca, yaitu sebagai berikut :
Menurut Marksheffel, membaca adalah kegiatan kompleks dan disengaja, dalam hal berupa proses berfikir yang didalamnya terdiri dari berbagai aksi pikiran yang bekerja secara terpadu, mengarah kepada satu tujuan, yaitu memahami makna dari paparan tertulis secara keseluruhan)
Menurut Dr. Sudarso, mamabaca merupakan aktivitas kompleks yang mengarahkan sejumlah besar tindakan terpisah, mencakup penggunaan penglihatan, khayalan, pengamatan dan ingatan, artinya yang berperan adalah mata dan pikiran.
Menurut Muchottob, membaca dan menulis adalah suatu hal yang paling prinsip dalam pembangunan ilmu pengetahuan. Kokohnya syariat dalam agama dan kesadaran ahlakul karimah dipahami dan diajarkan serta diwariskan melalui membaca dan menulis.[4]
Dalam keterangan yang lain, membaca adalah serangkaian kegiatan untuk memahami sesuatu keterangan yang disegikan kepada indra penglihatan dalam bentuk lambang huruf dan tanda lainnya. Dari keterangan ini bisa diartikan bahwa membaca bukanlah kegiatan mata memandang serangkaian hal dalam bahan bacaan saja, melainkan kegiatan pikiran untuk memahami suatu keterangan melalui indra penglihatan.
Sedangkan yang dimaksud membaca disini adalah suatu kegiatan yang kompleks artinya melibatkan indra mata untuk melihat, indra lesan untuk mengucapkan dan pikiran untuk memahami maksud serta tujuan suatu teks. Dari pemahaman ini tujuan membaca diharapkan bisa tercapai dengan baik.
Hal – Hal Mempengaruhi Dalam Prilaku Beragama
Perilaku (behavior) adalah segala tindakan yang dilakukan oleh organisme. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsang atau lingkungan. Menurut Hasan Langgulung dalam bukunya beberapa pemikiran tentang pendidikan Islam mengatakan bahwa tingkah laku adalah segala aktivitas seseorang yang dapat diamati. [5]
Beragama berasal dari dasar kata agama dan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata a yang berarti tidak, dan gama berarti kacau atau kocar – kacir. Dengan demikian agama dapat berarti tidak kacau atau tidak kocar-kacir. Pengertian serupa ini tampak sejalan dengan akal, karena dilihat dari segi peranan yang dimainkannya, agama dapat memberikan pedoman hidup bagi manusia agar memperoleh ketentraman, keterarutan, kedamaian dan jauh dari kekacauan dalam hidupnya.
Menurut Ahmad Tafsir, beragama adalah masalah sikap. Di dalam Islam, sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi yang dimaksud beragama pada intinya adalah beriman.
Jiwa beragama atau perilaku beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang merefleksikan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah maupun hablumminannas.
Dengan demikian perilaku beragama adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Dengan kata lain, tingkah laku atas norma-norma, nilai atau ajaran dan doktrin-doktrin agama yang dianutnya. Dalam ajaran Islam , perilaku agama merupakan perilaku yang didasarkan atas nilai-nilai agama Islam, baik yang bersifat vertikal maupun yang bersifat horizontal.
Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.
Menurut Glock dan Stark (Robertson, 1998), ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu :[6]
Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berisi pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tertentu.
Kedua, dimensi praktik agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Ketiga, Dimensi Penghayatan. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural).
Keempat, dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
Kelima, dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
Dari kelima dimensi tersebut di atas, dimensi tersebut merupakan kaitan antara iman, ilmu dan amal. Dimesi keyakinan merupakan cakupan dari aspek iman, dimensi pengetahuan agama merupakan cakupan dari aspek ilmu dan dimensi pengalaman merupakan cakupan dari aspek amal. Kemudian dari aspek amal terbagi menjadi dua yaitu amal yang langsung berhubungan dengan pencipta contohnya shalat, puasa, haji dan sebagainya dan amal yang berhubungan dengan manusia atau mu’amalah seperi berbuat baik terhadap tetangga, menghormati kedua orang tua dan lain-lain. Namun di sini penulis batasi pada masalah salat, puasa, berbakti kepada kedua orang tua dan suka menolong sesama.[7]
D. KESIMPULAN
Dimensi pengetahuan agama merupakan cakupan dari aspek ilmu dan dimensi pengalaman merupakan cakupan dari aspek amal. Kemudian dari aspek amal terbagi menjadi dua yaitu amal yang langsung berhubungan dengan pencipta contohnya shalat, puasa, haji dan sebagainya dan amal yang berhubungan dengan manusia atau mu’amalah seperi berbuat baik terhadap tetangga, menghormati kedua orang tua dan lain-lain
E. PENUTUP
Dari uraian kami tentang psikologi hukum islam dalam bagian terpenting dalam mangarahkan prilaku keberagamaan diatas semoga dapat dijadikan pembelajaran bagi kita agar dapat menempatkan psikologi hukum islam yang sesuai dengan pekembangan masyarakat seperti dalam uraian makalah kami diatas. Dan kami mohon kritik dan saran dari teman-teman sekiranya dalam makalah kami terdapat kekurangan-kekurangan yang sekiranya dapat membangun kami supaya lebih baik dilain kesempatan.
F. REFERENSI
¯ Rendra K, Metodologi Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
¯ DepDikBud, 1989, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
¯ Tom & Harriet Sobol, 2003, “ Rancang Anak Cerdas “, Inisasi Press, Jakarta.
¯ Ibrahim Bafadal, 1992, ”Pengelolaan Perpustakaan Sekolah”, Bumi Aksara, Jakarta.
¯ Soedarso, 1991, “ Sistem Membaca Cepat Dan Efektif”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
¯ Muchottob, PR Jawa Tengah, “ Tentang Aktualisasi Pemahaman Al Qur’an” , Wonosobo.



[1] Rendra K, Metodologi Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. 24.
[2] DepDikBud, 1989, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.56
[3] Rendra K, ibid, hal. 34
[4] Soedarso, 1991, “ Sistem Membaca Cepat Dan Efektif”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal. 24
[5] Muchottob, PR Jawa Tengah, “ Tentang Aktualisasi Pemahaman Al Qur’an” , Wonosobo. Hal. 53
[6] Tom & Harriet Sobol, 2003, “ Rancang Anak Cerdas “, Inisasi Press, Jakarta.
[7] Ibrahim Bafadal, 1992, ”Pengelolaan Perpustakaan Sekolah”, Bumi Aksara, Jakarta.

2 komentar:

  1. Psikologi islam memang kajian yang sangat menarik, artikel yang bagus. terima kasih

    BalasHapus