Dari
banyak kisah yang dituturkan dalam Hikayat Muhammad Hanafiah, peristiwa Karbala, termasuk cerita
yang mengawali dan mengikutinya, paling banyak menyita halaman dari hikayat
ini.
Bagian
kedua ini biasa disebut dengan Hikayat Maktal Husain. Berikut petikannya
yang sengaja ditransliterasi sesuai ragam bahasa aslinya.
Tatkala
Husain masih muda, ada malaikat yang kedua sayapnya tertunu, turun ke dunia.
Husain menyapu bahu malaikat itu dengan tangannya. Dengan takdir Allah, sayap
malaikat itu pun baik lalu ia kembali ke udara. Jibrail berkata bahwa malaikat
itu tidak akan turun ke bumi melainkan pada waktu Husain dibunuh oleh segala
munafik. Adapun semasa Hasan dan Husain masih kecil itu, Jibrail selalu turun
ke dunia bermain-main dengan mereka. Sekali peristiwa, sehari sebelum hari
raya, Jibrail membawa pakaian untuk Hasan dan Husain. Hasan memilih pakaian
hijau dan diramalkan akan mati kena racun; Husain memilih pakaian merah dan
diramalkan mati terbunuh di Padang Karbala. Muawiyah
mendengar bahwa dari keturunannya akan lahir pembunuh cucu Muhammad dan
bersumpah tidak mau beristeri. Pada suatu malam, ia pergi buang air dan
beristinjak dengan batu. Zakarnya disengat oleh kala. Ia tidak terderita
sakitnya. Menurut tabib, sakitnya hanya akan hilang jika ia berkawin. Maka
berkawinlah ia dengan seorang perempuan tua yang tidak boleh beranak lagi.
Dengan takdir Allah, perempuan tua itu melahirkan seorang anak yang diberi nama
Yazid.
Setelah
Ali wafat, Muawiyah menjadi raja. Sekali peristiwa, Muawiyah mengirim seorang
utusan pergi meminang Zainab, anak Jafar Taiyar untuk menjadi isteri anaknya,
yaitu Yazid. Zaainab menolak pinangan Yazid, tetapi menerima pinangan Amir
Hasan. Karena itu Yazid pun berdendam dalam hatinya, hendak membunuh Amir Hasan
dan Amir Husain, bila ia naik kerajaan. Sekali peristiwa, Yazid ingin berkawin
dengan isteri Abdullah Zubair yang sangat baik parasnya. Muawiyah berja menipu
Abdullah Zubair menceraikan isterinya. Isteri Abdullah Zubair tiada mau menjadi
isteri Yazid. Sebaiknya, isteri Abdullah Zubair itu berkawin dengan Amir
Husain. Yazid makin berdendam dalam hatinya, “Jika aku kerajaan, yang Hasan dan
Husain itu kubunuh juga, maka puas hatiku.”
Maka
berapa lamanya, Muawiyah pun matilah dan kerajaan pun jatuh ke tangan Yazid.
Mulailah Yazid melaksanakan niatnya untuk membunuh Amir Hasan dan Amir Husain.
Ia berhasil memujuk seorang hulubalang di Madinah (menurut suatu cerita, salah
seorang isteri Hasan sendiri) meracuni Hasan. Setelah Hasan wafat, pikirannya tidak
lain daripada membunuh Husain saja. Ia mengirim surat kepada Utbah, seorang
hulubalang di Madinah, dan memintanya membunuh Husain dengan menjanjikan harta
dan anugerah. Seorang hulubalang yang bernama Umar Saad Malsum juga dikirim
untuk membunuh Utbah. Biarpun begitu, Utbah masih tidak berani membunuh Husain.
Katanya jika Husain ada di dalam Madinah, mereka tidak dapat mengalahkannya.
Karena itu mereka meminta raja Kufah, Ubaidullah Ziyad namanya, supaya menipu
Husain ke Kufah. Husain menerima jemputan raja Kufah untuk pergi ke Kufah. Ummi
Salamah mengingatkan Husain tentang bahaya yang mengancamnya. Pada malam itu
Husain juga bermimpi berjumpa dengan segala nabi dan malaikat. Nabi Muhammad
memberitahu bahwa surga sudah berhias menantikan ketibaannya. Sungguhpun
begitu, Husain berangkat juga ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya yang
tidak banyak itu.
Hatta
berapa lamanya sampailah mereka ke suatu tempat. Unta dan kuda Husain
merebahkan dirinya, tiada mau berjalan lagi. Mereka lalu mendirikan kemah di
situ. Adapun segala kayu yang mereka tetak, berdarah balak. Baharulah mereka
ketahui bahwa tempat itu ialah Padang Karbala, tempat kematian Husain yang
diramalkan Nabi Muhammad dahulu. Hatta mereka pun kekurangan air, karena air
sungai sudah ditebat oleh tentera Yazid. Air yang di dalam kendi kulit juga
sudah terbuang, karena digorek tikus. Apa boleh buat. Terpaksalah mereka
menahan dahaga yang sangat. Maka mulai peperangan itu. Pengikut Husain, satu
demi satu syahid. Akhirnya anaknya sendiri, Kasim dan Ali Akbar, juga mati.
Barulah ketika itu Husain teringat meminta bantuan kepada saudaranya, Muhammad
Hanafiah, yang menjadi raja Buniara. Sesudah itu ia pun terjun ke dalam medan perang. Banyak musuh
dibunuhnya. Sekali peristiwa, ia berjaya menghampiri sungai. Biarpun begitu, ia
tidak meminum air itu, karena teringat kepada sahabat taulannya yang mati
syahid disebabkan dahaga itu. Maka Husain pun lemahlah lalu gugur ke bumi.
Betapa pun demikian, tiada seorang pun berani menghampirinya. Akhirnya Samir
Laain yang susunya seperti susu anjing lagi hitam itulah yang maju ke depan dan
memenggal leher Husain. Adapun Husain syahid itu pada sepuluh hari bulan
Muharam, harinya pun hari Jumaat. Tatkala Husain syahid itu, arasy dan kursi
gempar, bulan dan matahari pun redup, tujuh hari tujuh malam lamanya alam pun
kelam kabut.
Setelah
Husain syahid, maka segala isi rumah Rasul Allah terampaslah oleh tentera
Yazid. Akan tetapi, seorang pun tiada berani menghampiri Ummi Salamah. Seorang
lasykar yang merampas anak perempuan Ummi Salamah, dengan kudrat Allah, matanya
menjadi buta. Yazid berjanji akan memberi diat kematian Husain, jika Ummi
Salamah rela dengan dia. Ummi Salamah menolak. Yazid sangat marah. Apabila
Fatimah, anak perempuan Ummi Salamah, meminta air minum, yang diberikannya
ialah kepala Husain yang diceraikan dari badannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar