Laman

Rabu, 30 Maret 2011

Psikologi Hukum Islam


A. PENDAHULUAN
Diantara ulama umat islam tidak ada perselisihan bahwa sumber hokum islam bagi semua perbuatan mukhalaf adalah Allah SWT. Perbuatan mukhalaf itu telah dia jelaskan secara langsung dalam wahyu.
Dalam mendefinisikan hokum syara’ dengan : “Kitab hokum Allah SWT yang bersangkutan dengan perbuatan mukhalaf berupa tuntutan atau suruhan memilih, berupa ketetapan”. Dari kaidah ushuliyyah termaktub “la hukma illa lillah” artinya “tidak ada hokum kecuali milik Allah SWT”.sebagaimana firman Allah yang artinya : Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik." (Q.S An’am : 57)
Ulama islam hanya berselisih mengenai hokum Allah SWT atas perbuatan mukhalaf maka tidak ada perselisihan bahwa hakim adalah Allah SWT dan yang khilaf (yang diperselisihkan) hanyalah mengenai apa yang digunakan untuk mengetahui hokum Allah SWT?
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang hokum – hokum syari’at yang meliputi 4 hal, yaitu :
1. Siapakah yang dimaksud dengan hakim dalam hokum syari’at?
2. Apakah yang dimaksud dalam dengan hokum dalam hokum syari’at?
3. Siapakah yang dimaksud dengan mahkum fih dalam huku syari’at?
4. Apakah yang dimaksud dengan mahkum alaih dalam hokum syari’at?
C. HAKIM
Hakim adalah yang menetapkan hokum, menurut Mu’tazilah adalah seseorang yang dinyatakan baik bila melaksanakan hal – hal yang bermanfaat bukan hal – hal yang bermadhorot sesuai dengan akal dan nalar. Menurut jumhur ulama oleh golongan Asy’ariyyah berpendapat bahwa tidak ada ganjaran pahala atau siksa oleh mukhalaf kecuali dengan ketentuan syara’.
D. HUKUM
Menurut ulama fiqh hokum adalah efek yang dikehendaki oleh kitab syar’I dalam perbuatan, seperti wajib, haram dan mubah. Hokum syara’ dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni :
1. Taklifi yakni yang dituntut mengerjakan atau meninggalkan ataupun boleh memilih antara kedua tuntutan itu.
2. Wadh’I yakni adanya sesuatu menjadi sebab ataupun syarat atau mani’ bagi yang lain.
Hokum syara’ baru nampak terlihat pada dataran hokum wadh’I adalah ketika ikatan antara kedua subyek sudah dapat dipastikan secara sah.
E. AL – MAHKUM FIH
Mahfkum Fih ialah perbuatan mukhalaf yang berhubungan dengannya hukum syar’I yang dilaksanakan dengan sadar dalam rangka mentaati Allah SWT. Mahkum fih dapat dibedakan menjadi 4 (empat) hal:
1.     1. Wajib
      Sebagaimana dalam firman Allah SWT 
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنوا أَوفوا بِالعُقودِ ۚ أُحِلَّت لَكُم بَهيمَةُ الأَنعامِ إِلّا ما يُتلىٰ عَلَيكُم غَيرَ مُحِلِّي الصَّيدِ وَأَنتُم حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحكُمُ ما يُريدُ
      “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu,”(Q.S Al – Maidah : 1)
Jadi memenuhi janji maka “ijab” menjadikan memenuhi janji itu adalah wajib.
2.    2. Sunnah
     Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”( Q.S Al – Baqaroh)
Adalah hokum sunnah yang berhubungan dengan perbuatan – perbuatan mukhalaf, yaitu mencatat piutang. Maka nadb menjadikan mencatat piutang itu adalah sunnah.
3.   3. Makruh (karohah)
Yaitu yang berhubungan diantara perbuatan – perbuatan mukhalaf yaitu infaq, yakni menyedekahkan dari harta yang rusak atau busuk. Maka karohah itu menjadikan perbuatan infaq itu makruh.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT 
أَيّامًا مَعدوداتٍ ۚ فَمَن كانَ مِنكُم مَريضًا أَو عَلىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِن أَيّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذينَ يُطيقونَهُ فِديَةٌ طَعامُ مِسكينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيرًا فَهُوَ خَيرٌ لَهُ ۚ وَأَن تَصوموا خَيرٌ لَكُم ۖ إِن كُنتُم تَعلَمونَ
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Q.S Al – Baqaroh :184)
4.   4. Boleh (ibahah)
     Perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan – perbuatan mukhallaf, yaitu yang berhubungan dengan sakit dan berpergian, maka kebolehan itu menjadikan menjadikan masing – masin sakit dan berpergian itu membolehkan berbuka.
F. AL – MAHKUM ALAIHI
Al – Mahkum Alaihi ialah seorang mukhalaf yang perbuatannya berhubungan dengan hokum syar’I. syarat sahnya memberi beban kepada mukhalaf, dalam syara’ yaitu :
1. Mukhallaf dapat memahami dalil taklif, seperti jika dia mampu memahami nash – nash yang dibebankan dari Al – Qur’an dan as – Sunnah dengan langsung atau perantara.
2. Mukhallaf adalah seorang yang ahli dengan sesuatu yang dibebankan kepadanya.
Menurut ulama ushul : ahli (layak) itu terbagai kepada dua bagian yaitu ; ahli wajib dan ahli melaksanakan.
1. Ahli wajib (Ahliyyatul Wujub)
Yaitu kelayakan seseorang ada padanya hak – hak dan kewajiban. Atas keahlian (kelayakan) ini ialah kekhususan yang diciptakan oleh Allah SWT kepada manusia dan menjadi kekhususannya diantara macam – macam binatang.
2. Ahli melaksanakan (ahliyyatul Ada’)
Yaitu kelayakan mukhallaf untuk dianggap ucapan – ucapan dan perbuatan – perbuatan menurut syara’ sekira apabila keluar dari padanya akad (contract) atau tasharruf (pengelolaan), maka menurut syara’ akad atau tasharruf itu bisa diperhitungkan adanya, dan terjadinya tertib hokum atasnya.
G. KESIMPULAN
Hakim adalah yang menetapkan hokum, dalam hal ini Allah SWT lah yang mnetapkan sesuatu kepada hambanya, berupa perintah yang harus dilaksanakan yang nantinya dibalas dengan pahala, dan sanksi siksaan bagi yang yang melanggarnya.
Mafkum Fih ialah perbuatan mukhalaf yang berhubungan dengannya hokum syar’I yang dilaksanakan dengan sadar dalam rangka mentaati Allah SWT. Al – Mahkum Alaihi ialah seorang mukhalaf yang perbuatannya berhubungan dengan hukum syar’I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar