Laman

Rabu, 30 Maret 2011

Tujuan Pemidanaan


A. Tujuan Pemidanaan
Tujuan pemidaan dalam hukum pidana positif menjadi dasar penentuan dipidana atau tidak dipidananya pelaku kejahatan. Tujuan pemidaan ini umumnya dihubungkan dengan dua pandangan dasar, yaitu :
1. Retributivism dan
2. Utilitarianism
Menurut Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini dikatakan bersifat melihat ke belakang (backward-looking).
Pandangan untilitarian melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan (forward-looking) dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (detterence).[1]
Selain menurut kedua pandangan dasar tersebut, penjatuhan pidana juga bertujuan sebagai :
  1. Tujuan Pemidanaan Sebagai Perlindungan Masyarakat
Tujuan pemidanaan salah satunya adalah perlindungan masyarakat (social defence). Dengan rumusan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat dan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Penerapan tentang bagaimana kebutuhan perlindungan masyarakat ini, KUHP mengatur tentang adanya penentuan pidana minimum dan maksimum dalam delik-delik tertentu, seperti yang diatur dalam pasal 57 KUHP. Ketentuan mengenai perumusan pidana maksimum dan minimum dalam penjelasan KUHP dikenal dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda kualitasnya, lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya bagi tindak pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat. Ketentuan mengenai pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum khusus. Pada prinsipnya, pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk tindak pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan, membahayakan, atau meresahkan masyarakat dan untuk tindak pidana yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap kejahatan-kejahatan yang meresahkan masyarakat diberlakukan ancaman secara khusus. [2]
  1. Pembinaan Individu Pelaku Tindak Pidana
Ketentuan mengenai pemidanaan ini juga memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pidana kepada narapidana. Pelaku yang dijatuhi pidana atau tindakan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan perubahan atau penyesuaian dengan mengingat perkembangan narapidana dan tujuan pemidanaan. Perubahan atau penyesuaian tidak boleh lebih berat dari putusan semula dan harus dengan persetujuan narapidana dan perubahan atau penyesuaian dapat berupa :
a) Pencabutan atau penghentian sisa pidana atau tindakan; atau
b) Penggantian jenis pidana atau tindakan lainnya.
Penjelasan ketentuan ini memberikan ketegasan bahwa tujuan pemidanaan adalah berorientasi untuk pembinaan terpidana, yakni dengan menyatakan bahwa terpidana yang memenuhi syarat-syarat selalu harus dimungkinkan dilakukan perubahan atau penyesuaian atas pidananya, yang disesuaikan dengan kemajuan yang diperoleh selama terpidana dalam pembinaan. Dalam pengertian seperti ini maka yang diperhitungkan dalam perubahan atau pengurangan atas pidana hanyalah :
a) Kemajuan positif yang dicapai oleh terpidana
b) Perubahan yang akan menunjang kemajuan positif yang lebih besar lagi.[3]



[1] Zainal Abidin, Position Paper Advokasi RUU KUHP Seri #3Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP, cet. ke-1, Jakarta, ELSAM - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005, hal 10 (http://www.prakarsa-rakyat.org/download/Perundang-undangan/Position%20Paper%20Elsam%20RUU%20KUHP%202.pdf) tanggal 11/10/2010
[2] Ibid, hal, 17
[3] Ibid, hal, 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar